13.50 WIB
sumber : Suasana Pasar Panton labu, aceh utara
Saat Meugang
Sebagai
salah satu daerah yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, Aceh memiliki
banyak tradisi yang masih dilestarikan hingga kini. Salah satu tradisi itu
adalah “meugang” atau juga dikenal dengan berbagai sebutan antara lain
Makmeugang, Haghi Mamagang, Uroe Meugang atau Uroe Keuneukoh.
“Gang”
dalam bahasa Aceh berarti pasar. Pada hari-hari biasa pasar tidak banyak
dikunjungi masyarakat. Namun menjelang bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul
Adha, masyarakat akan ramai mendatangi pasar, sehingga munculah istilah “Makmu
that gang nyan “(makmur sekali pasar itu) atau Makmeugang.
Sejarah Meugang
Tradisi
ini telah muncul bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Aceh yaitu sekitar
abad ke-14 M. Ali Hasjimy menyebutkan
bahwa tradisi ini sudah dimulai sejak masa kerajaan Aceh Darussalam. Tradisi
meugang ini dilaksanakan oleh kerajaan di istana yang dihadiri oleh para
sultan, menteri, para pembesar kerajaan serta ulama (Iskandar, 2010:48). Pada
hari itu, raja memerintahkan kepada balai fakir yaitu badan yang menangani
fakir miskin dan dhuafa untuk membagikan daging, pakaian dan beras kepada fakir
miskin dan dhuafa. Semua biayanya ditanggung oleh bendahara Silatu Rahim, yaitu
lembaga yang menangani hubungan negara dan rakyat di kerajaan Aceh Darussalam
(Hasjimy, 1983:151)
Denys
Lombard dalam bukunya “Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda” menyebutkan
adanya upacara meugang di Kerajaan Aceh
Darussalam, bahkan menurutnya, disana ada semacam peletakan karangan bunga di
makam para sultan (Lombard:2007:204-205).
Ada
yang menyebutkan bahwa perayaan meugang ini dilaksanakan oleh Sultan Iskandar
Muda sebagai wujud rasa syukur raja menyambut datangnya bulan Ramadhan,
sehingga dipotonglah lembu atau kerbau, kemudian dagingnya dibagi-bagikan
kepada rakyat. Setelah perang dan masuk penjajah Belanda, tradisi tersebut juga
masih dilakukan yang dikoordinir oleh para hulubalang sebagai penguasa wilayah.
Begitulah hingga saat ini tradisi meugang terus dilestarikan dan dilaksanakan
oleh berbagai kalangan masyarakat dalam kondisi apapun (Iskandar, 2010:49)
Pelaksanaan Meugang
Meugang
sangat penting bagi semua lapisan masyarakat di Aceh, karena sesuai dengan
anjuran agama Islam, datangnya bulan Ramadhan sebaiknya disambut dengan meriah,
begitu juga dengan dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Jika pada hari-hari biasa masyarakat Aceh terbiasa menikmati makanan dari
sungai maupun laut, maka menyambut hari istimewa yaitu hari Meugang, masyarakat
Aceh merasa daging sapi atau lembu yang terbaik untuk dihidangkan. Meskipun
yang utama dalam tradisi Meugang adalah daging sapi, namun ada juga masyarakat
yang menambah menu masakannya dengan daging kambing, ayam juga bebek. Meugang
biasanya dilaksanakan selama tiga kali dalam setahun yaitu dua hari sebelum
datangnya bulan ramadhan, dua hari menjelang hari raya Idul Fitri dan dua hari
menjelang Idul Adha.
Dalam
konteks masyarakat Aceh saat ini, untuk memperoleh daging sapi guna merayakan
tradisi Meugang dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, antara lain :
Meugang di Gampong (desa), Meugang Kantor, dan membeli daging di pasar.
Menjelang pelaksanaan Meugang, masyarakat Aceh akan berbondong-bondong menuju
pusat-pusat penjualan sapi. Walaupun ada daging impor yang diinisiasi
pemerintah pusat yang harganya lebih murah, namun masyarakat Aceh lebih memilih
daging sapi lokal untuk keperluan meugang. Akibat kebutuhan daging yang
melonjak tersebut, harga daging sapi biasanya akan naik 2 kali lipat dari harga
normal. Lapak-lapak baru penjualan daging pun turut menjamur di pinggir jalan
maupun di tempat-tempat keramaian lainnya.
Pedagang tampak menjajakan daging sapi lokal di kawasan
Pasar Panton labu , aceh utara
Menurut
Badruzzaman, perintah merayakan meugang awalnya dimaklumatkan sultan kepada
keuchik (kepala desa) untuk mendata warga miskin. Daging kemudian dibagikan
secara gratis kepada mereka, sebagai wujud kemakmuran.
“Meugang
juga memiliki makna menguatkan silaturrahmi, sekaligus wujud kegembiraan
menyambut bulan suci,” sebutnya kepada acehkini.
Meugang
tak hanya soal makanan, tapi juga membangkitkan sektor ekonomi. Peternak hewan
bisa menjual daging sapi dan kerbaunya dengan harga yang
menguntungkan, membuat pedagang bersemangat menyambut meugang. Selain daging,
bumbu dan bahan masakan juga laku keras di hari itu. Transaksi ekonomi ini
berjalan sampai lebaran.
0 komentar:
Posting Komentar